Peran Sitogenetik pada Leukemia Mieloblastik Akut (Ninik Sukartini)

 PERAN SITOGENETIK PADA LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT

Ninik Sukartini

Departemen Patologi Klinik FKUI-RSCM

 

ABSTRAK

Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu kelainan hematologi yang bersifat klonal, ditandai oleh proliferasi tidak terkontrol dari sel progenitor hematopoietik disertai penghentian maturasi sel. Klasifikasi tumor hematopoietik dan jaringan limfoid dari WHO 2008 menggunakan sitogenetik sebagai salah satu faktor yang menentukan subtipe LMA selain kriteria morfologi, immunophenotyping, dan gambaran klinik. Sitogenetik merupakan salah satu faktor yang berperan menentukan prognosis LMA. Penentuan prognosis ini dikaitkan dengan respons terhadap terapi induksi, risiko relaps, dan overall survival. Beberapa kelainan seperti t(8;21), t(15;17), dan inv(16) dikaitkan dengan prognosis baik. Perkiraan overall survival 5 tahun pada kelompok prognosis baik 55%, sedangkan kelompok prognosis buruk 11%. Secara umum jenis kelainan sitogenetik berperan dalam menentukan prognosis baik, intermediate, atau buruk pada kasus LMA.

PENDAHULUAN

Hematopoiesis merupakan suatu proses kompleks yang diatur oleh ekspresi berbagai faktor transkripsi yang menyebabkan keseimbangan proses aktivasi dan inhibisi pada proses hematopoiesis. Gangguan pada koordinasi ekspresi faktor transkripsi tersebut akan berakibat pada ketidakseimbangan fungsional, yang merupakan dasar terjadinya transformasi ke arah keganasan termasuk juga leukemia mieloblastik akut (LMA).1,2

Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu kelainan hematologi yang bersifat klonal ditandai oleh proliferasi tidak terkontrol dari sel progenitor mieloid disertai gangguan maturasi dan diferensiasi sel.1,3 Di Inggris, insidens LMA berkisar antara 2-3 per 100.000 penduduk pada anak sampai 15 per 100.000 penduduk pada orang dewasa. Secara umum insidens meningkat pada kelompok umur tua dengan puncak pada dekade 7.3,4

Berdasarkan klasifikasi WHO tahun 2008, LMA dibedakan menjadi beberapa subgrup yaitu LMA dengan kelainan genetik tertentu, LMA dengan perubahan mielodisplastik, neoplasma mieloid terkait terapi, dan LMA NOS (not otherwise specified). Klasifikasi ini diharapkan dapat memberikan penatalaksanaan yang optimal pada kasus LMA. Pemeriksaan sitogenetik perlu dilakukan untuk dapat menentukan LMA dalam subgrup LMA dengan kelainan genetik tersering, seperti terlihat pada Tabel 1.5



Selain diperlukan untuk klasifikasi, pemeriksaan sitogenetik dapat memberikan gambaran tentang biologi sel pada LMA sekaligus juga memberikan gambaran prognosis pada penderita.2,3,4,5

PEMERIKSAAN SITOGENETIK

Sitogenetik adalah studi tentang kromosom. Setiap sel somatik pada manusia memiliki 46 kromosom yang terdiri atas 44 kromosom autosom dan 2 kromosom seks. Pada sebagian besar keganasan hematologi dapat dijumpai adanya aberasi sitogenetik berupa kelainan jumlah dan atau kelainan struktur kromosom. Kelainan struktur kromosom yang paling sering terjadi berupa translokasi dan delesi kromosom. Adanya translokasi akan menyebabkan perubahan fungsi gen yang berakibat pada perubahan pengaturan ekspresi gen atau aktivitas abnormal dari fusi protein baru. Delesi kromosom dapat berakibat pada hilangnya materi genetik yang penting dalam pengaturan fungsi sel seperti proliferasi, kontrol siklus sel, dan pengaturan apoptosis.6,7

Pemeriksaan sitogenetik pada dasarnya adalah melakukan analisis kromosom. Prinsip pemeriksaan adalah melakukan kultur spesimen yang mengandung sel viable. Untuk keganasan hematologi, spesimen dapat berupa sumsum tulang, darah, jaringan seperti kelenjar limfe dan tumor padat. Kultur dilakukan dengan penambahan zat mitogen untuk memacu proliferasi sel. Selain itu diperlukan juga penambahan zat yang bersifat inhibitor mitosis, sehingga didapatkan sel yang berada pada stadium metafase. Setelah didapatkan sel pada stadium metafase dalam jumlah cukup, dilakukan analisis kromosom dengan pewarnaan Giemsa (G-banding). 6,7

Analisis kromosom dilakukan dengan memeriksa minimal 20 metafase. Kelainan kromosom dilaporkan sesuai dengan International System for Human Cytogenetic Nomenclature. Untuk menentukan adanya klonalitas, kelainan kromosom yang sama harus ditemukan minimal pada 2 metafase.6,7

Pemeriksaan sitogenetik molekuler dapat dilakukan dengan metode Fluorescence In Situ Hybridization (FISH). Metode ini menggunakan penanda terhadap target DNA dalam inti sel. Pemeriksaan dengan FISH dapat dilakukan pada sel atau jaringan tanpa harus membuat sel berada pada stadium metafase. 6,7

PERAN SITOGENETIK PADA LMA

Pemeriksaan sitogenetik konvensional (metaphase cytogenetics) dapat mendeteksi karyotip abnormal pada 55% leukemia mieloblastik akut. Berdasarkan klasifikasi WHO terkini, lebih dari 2/3 kasus leukemia mieloblastik akut dapat dikategorikan berdasarkan kelainan sitogenetik atau kelainan genetik molekulernya. Kelainan genetik merupakan faktor penting dalam menentukan respons terhadap terapi maupun luaran pada LMA.2,5,8

Berdasarkan pemeriksaan sitogenetik LMA dibedakan atas 3 kelompok yaitu kelompok CBF-leukemia [LMA yang dikaitkan dengan t(8:21), inv(16)/t(16;16), dan leukemia promielositik akut dengan 1(15:17)) dengan prognosis baik; kelompok dengan kelainan monosomi kromosom 5 atau del 5q, monosomi 7, kelainan pada kromosom 3q dan karyotip kompleks yang memberikan prognosis buruk; serta kelompok prognosis intermedia yaitu kelompok karyotip normal atau aberasi kromosom yang jarang. Karyotip kompleks didefinisikan sebagai terdapat 3 kelainan kromosom atau lebih, pada umumnya melibatkan kelainan 5q dan monosomi 7, disertai delesi 17p/mutasi TP53.489 Penderita LMA dengan karyotip normal diklasifikasikan sebagai prognosis intermedia dengan angka harapan hidup 5 tahun berkisar antara 24% sampai 42%. Perbedaan dalam luaran klinis pada penderita diduga berkaitan dengan heterogenitas molekular yang dipengaruhi oleh mutasi gen atau ekspresi gen yang aberan (aberrant gene expression). Kelainan gen berupa FLT3-ITD, MLL-PTD, overekspresi gen ERG, WT1, dan MN1 dikaitkan dengan prognosis lebih buruk daripada mutasi gen NPM1 pada kelompok dengan karyotip normal.10

Belakangan ini diperkenalkan kategori baru yang disebut sebagai monosomal karyotip yaitu kelainan berupa satu monosomi autosom yang berhubungan dengan satu tambahan monosomi autosom atau kelainan struktur tanpa disertai LMA-CBF atau leukemia promielositik akut.8

Kelainan karyotip tersering pada kelompok prognosis baik adalah t(15:17)(q22;q12) yang melibatkan translokasi gen PML pada kromosom 15q22 dengan gen RARA pada kromosom 17q12. Pengobatan menggunakan all-trans-retinoic-acid (ATRA) memberikan prognosis baik pada kasus leukemia promielositik akut pada dewasa maupun anak. Pemeriksaan molekuler PML-RARA fusion gene dapat dilakukan untuk memantau respons terapi dan mengidentifikasi perlunya dilakukan perubahan terapi. Adanya persistensi atau terdapatnya kembali PML-RARA fusion gene pada pasien yang telah menyelesaikan kemoterapi diartikan sebagai adanya relaps.2,4,9

Kelainan karyotip t(8;21)(q22;q22) dikaitkan dengan translokasi AML1-ETO fusion gene. Gen AML1 mengkode protein CBFa2 protein, suatu komponen dari core binding factor yang berperan mengatur transkripsi beberapa gen. Pemberian kemoterapi intensi yang mengandung cytarabine dosis tinggi memperbaiki luaran pada pasien LMA dengan kelainan karyotip ini.2,4,9,10

Kelainan karyotip inv(16) atau t(16;16) melibatkan gen CBF dan MYH11. Defek molekuler pada kelainan ini memiliki efek sama seperti defek pada t(8;21)(q22;q22). Persistensi CBFβ-MYHI fusion gene setelah fase induksi dan konsolidasi kemoterapi menandakan adanya risiko tinggi untuk relaps.2,4,9,10

Adanya berbagai macam kelainan karyotip pada LMA menunjukkan variasi yang beragam terhadap biologi sel kanker dan luaran klinis yang dipengaruhi oleh respons terhadap kemoterapi dan prognosis yang ditunjukkan oleh jenis kelainan karyotip.

RINGKASAN

Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu kelainan hematologi yang bersifat klonal ditandai oleh proliferasi tidak terkontrol dari sel progenitor mieloid disertai gangguan maturasi dan diferensiasi sel. Klasifikasi WHO 2008 memasukkan kelainan sitogenetik sebagai salah satu faktor yang berperan dalam menentukan klasifikasi. Selain itu berbagai kelainan sitogenetik dikaitkan dengan penentuan prognosis baik, buruk, atau intermedia pada pasien LMA. Kelainan sitogenetik tertentu juga dikaitkan dengan respons yang baik terhadap kemoterapi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Leclair SJ, Williams JL. Acute leukemia. In: McKenzie SB. Clinical Laboratory Hematology. New Jersey: Pearson; 2010. hal.504-27.

2. Pui CH, Schrappe M, Ribeiro RC, Niemeyer CM. Childhood and adolescent lymphoid and myeloid leukemia. ASH Education Book 2004; Jan (1):118-45.

3. Burnett AK. Acute myeloid leukemia. In: Hoffbrand AV, Catovsky D. Tuddenham EGD, eds. Postgraduate haematology. Oxford: Blackwell Publishing: 2005 hal.509-24.

4. Harrison CJ, Hills RK, Moorman AV, Grimwade DJ, Hann I, Webb DKH, et al. Cytogenetics of childhood acute myeloid leukemia: United Kingdom medical research council treatment trials AML 10 and 12. J Clin Oncol 2010,28 2674-8

5. Vardiman JW, Thiele J, Arber DA, Brunning RD, Borowitz MJ, Porwit A, et al. The 2008 revision of the World Health Organization (WHO) classification of myeloid neoplasms and acute leukemia: rationale and important changes. Blood 2009;114:937-51.

6. Wojciech G. Cytogenetics, FISH and molecular testing in hematologic malignancies. 2008. New York: Informa UK. hal. 1-29.

7. Mueller RF, Young ID. Emery's Elements of medical genetics. 10th ed. California: Churchill Livingstone; 1998.hal.29-53.

8. Kayser S, Zucknick M, Dohner K, Krauter J, Kohne C-H, Hortz HA, et al. Monosomal karyotype in adult acute myeloid leukemia: prognostic impact and outcome after different treatment strategies. Blood 2012;119(2):551-8.

9. Grimwade D, Hills RK. Independent prognostic factors for AML outcome. ASH Education Book 2009;Jan(1):385-95.

10. Santamaria CM, Chillon MC, Garcia-Sanz M, Perez C, Caballero MD, Ramos F. et al. Molecular stratification model for prognosis in cytogenetically normal acute myeloid leukemia. Blood 2009;114:148-52.

Comments

Popular posts from this blog

Flow Cytometry Pada Keganasan (Dewi Wulandari)

Genetika Kanker (Ninik Sukartini)

Klasifikasi dan Diagnosis Leukemia Mieloblastik Akut (Riadi Wirawan)